Menelisik lebih jauh mengenai dasar hukum pengadaan
tanah di Indonesia. Berdasarkan pasal 18 UUPA dinyatakan bahwa “untuk kepentingan
umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari
rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang
layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang-undang”. Ini menjadi dasar
hukum dapat dicabutnya hak seseorang atas tanah namun tetap dengan prosedur dan
syarat tertentu. Kemudian selain aturan tersebut juga ada aturan mengenai
pencabutan hak seseorang atas tanah yang termuat dalam Undang-undang Nomor 20
Tahun !961 yang mana sebelumnya diatur dalam pasal 27 UUDS 1950 dan pasal 26
konstitusi RIS 1949.
Dalam Undang-undang Nomor 20. Tahun 1961 menyatakan
bahwa “pencabutan hak milik (onteigening) untuk kepentingan umum atas sesuatu
benda atau hak tidak dibolehkan kecuali dengan mengganti kerugian dan menurut
aturan Undang-undang”.Ini dapat mengindikasikan bahwa jika hak seseorang atas
tanah dapat dicabut untuk kepentingan umum dan kerugiannya berdasarkan pada
Undang-Undang. Sehingga ini bisa saja memunculkan ketidak adilan terhadap ganti
rugi yang diberikan karena berdasar pada Undang Undang tidak pada kesepakatan
bersama antara pemilik hak atas tanah dan pemerintah itu sendiri.
Kemudian lanjut kepada Keppres No 55/1993 mengenai
pengadaan tanah, dalam Keppres ini muncul juga permasalahan mengenai ganti rugi
terhadap pemegang hak atas tanah. Yang mana ganti rugi terkadang tidak sesuai
dengan pengharapan maupun kemampuan eks pemilik hak atas tanah dapat membeli
tanah yang sama seperti yang dimiliki sebelumnya. Inilah yang biasanya
menimbulkan persilisihan antara pihak pemilik hak atas tanah dan pemerintah
dalam pengadaan tanah. Pihak pemilik tanah masih merasa belum puas atas ganti
rugi yang diberikan oleh pemerintah sehingga mengharapkan yang lebih. Hal ini
dapat pula berdampak pada kepentingan umum dalam pembangunan menjadi terhambat.
Dalam menangani permasalahan tersebut pemerintah
menerbitkan Peraturan Presiden No. 36 tahun 2005 tentang pengadaan tanah bagi
pelaksanaan pebangunan untuk kepentingan umum
dan mengganti Keppres No. 55/1993. Yang mana atur ini mengedepankan
pengadaan tanah yang cepat dan tranparan serta menghormati hak hak yang sah
atas tanah. Namun aturan ini di tentang oleh masyarakat karena dianggap sangat
repressif, Kapitalis, dan bertentangan dengan HAM bagi pemilik tanah itu sendiri.
Hal ini dimungkinkan karena dalam pengaplikasiannya dalam masyarakat yang
mengedepankan pengadaan tanah yang cepat sehingga melanggar HAM bagi pemilik
hak atas tanah tersebut. Oleh pemerintah kemudian aturan ini diubah menjadi
peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006.
Dengan adanya Peraturan Presiden nomor 65 tahun 2006
ini, dalam ganti rugi terhadap pemilik hak atas tanah dilakukan dengan
musyawarah atau kesepakatan antara pihak pihak yang bersangkutan. Sehingga ada
kesesuaian terhadap keinginan pemilik hak atas tanah dan pengadaan tanah untuk
kepentingan umum dan mengedepankan penghormatan terhadap hak atas tanah. hal
ini kontras atau berbeda dengan cara ganti rugi dalam aturan sebelumnya yang tidak dilakukan dengan musyawarah.
- RUMAH
SUSUN
Dalam
pengertiannya Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam
suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian yang distrukturkan secara
fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satu-satuan yang
masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah terutama bagian
bersama, benda berrsama dan tanah bersama. Bahwa dalam Undang-Undang nomor 16
Tahun 1985 pada pasal 2 dinyatakan bahwa Pembangunan rumah susun berlandaskan
pada asas kesejahteraan umum keadilan dan pemerataan, serta keserasian dan
keseimbangan dalam perikehidupan.
Untuk
memenuhi kebutuhan tempat tinggal masyarakat maka dilaksanakan pembangunan
rumah susun sebagai langkah pengefektifan terhadap lahan pembangunan khususnya
bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dan sangat membutuhkannya. Dalam
pasal 5 UURS dijelaskan bahwa rumah susun dibangun sesuai dengan tingkat
keperluan dan kemampuan masyarakat terutama bagi yang berpenghasilan rendah.
Agar hal tersebut berjalan efektif dan lancar maka perlu adanya sistem teknis
dan administrasi yang baik, hal ini diatur dalam PP Nomor 4 tahun 1988. Dalam
pembangunannya sendiri berdasarkan pasal 7 UURS bahwa Rumah susun hanya dapat
dibangun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah
Negara atau hak pengelolaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar