Interpretasi hukum dan Konstruksi Hukum
Interpretasi Hukum
Interpretasi Hukum adalah metode penemuan hukum dalam hal peraturannya
ada tetapi tidak jelas untuk dapat diterapkan pada peristiwanya. Sebaliknya
dapat juga terjadi hakim harus memeriksa dan mengadili perkara yang tidak ada
peraturannya yang khusus. Di sini hakim menghadapi kekosongan atau
ketidaklengkapan undang-undang yang harus diisi atau dilengkapi, sebab hakim
tidak boleh menolak memeriksa dan mengadili
perkara dengan dalih tidak ada hukumnya atau tidak lengkap hukumnya.
Dalam hal ini apa yang harus dilakukan oleh hakim untuk menemukan hukumnya.
Untuk mengisi kekosongan itu digunakan metode berpikir analogi, metode
penyempitan hukum dan metode a contartio.
Metode Interpretasi adalah metode untuk menafsirkan
terhadap teks perundang-undangan yang tidak jelas, agar perundang-undangan
tersebut dapat diterapkan terhadap peristiwa konkret tertentu. Penafsiran tidak
hanya dilakukan oleh hakim, tetapi juga oleh peneliti hukum dan mereka yang
berhubungan dengan kasus (konflik) dan peraturan-peraturan hukum. Menafsirkan
undang-undang adalah kewajiban hukum dari hakim. Tugas penting dari hakim ialah
menyesuaikan undang-undang dengan hal-hal nyata di masyarakat. Dengan kata lain
apabila undang-undangnya tidak jelas, hakim wajib menafsirkannya sehingga ia
dapat membuat suatu keputusan yang adil dan sesuai dengan maksud hukum yaitu
mencapai kepastian hukum. Sekalipun penafsiran merupakan kewajiban hukum dari
hakim, ada beberapa pembatasan mengenai kemerdekaan hakim untuk menafsirkan
undangundang itu. Hakim seyogyanya harus
tunduk pada kehendak pembuat undangundang. Dalam hal kehendak itu tidak dapat
dibaca begitu saja dari kata-kata peraturan perundang-undangan, hakim harus
mencarinya dalam sejarah kata-kata tersebut, dalam sistem undang-undang atau
dalam arti kata-kata seperti itu yang dipakai dalam pergaulan sehari-hari. Hakim
wajib mencari kehendak pembuat undang-undang, karena ia tidak boleh menafsirkan
tafsiran yang tidak sesuai dengan kehendak itu. Jadi kehendak pembuat
undang-undang adalah batasan bagi hakim dalam menafsirakn suatu undang-undang.
Hakim tidak boleh menafsirkan kaedah yang mengikat, kecuali hanya penafsiran
yang sesuai dengan maksud pembuat undang-undang saja yang menjadi tafsiran yang
tepat.
Metode Subsumptif adalah
Metode yang digunakan adalah penerapan silogisme. Silogisme adalah bentuk
berfikir logis dengan mengambil kesimpulan dari hal-hal yang besifat umum
(premis mayor atau peraturan perundang-undangan) dan hal-hal yang bersifat
khusus (premis minor atau peristiwanya).
Contoh: Barang siapa yang mengambil seluruh atau sebagian
milik orang lain dengan cara melawan hukum adalah tindak pidana pencurian
(premis mayor), Sudi mengambil televisi milik orang lain tanpa bilang-bilang
(premis minor), sehingga mendapat kesimpulan sudi melakukan tindak pidana
pencurian .