Human
trafficking atau perdagangan orang dalam sejarah indonesia pernah ada melalui
perbudakan atau penghambaan. Pada masa kerajaan perdagangan orang yaitu
perempuan pada saat itu merupakan bagian pelengkap dari sistem pemerintahan
yang feodal. Pada masa itu konsep kekuasaan raja digambarkan sebagai kekuasaan
yang mulia dan agung.
Perdagangan
orang yang mayoritas adalah perempuan dan anak, merupakan jenis perbudakan pada
era modern. Ini merupakan dampak krisis dimensional yang di alami Indonesia.
Pada saat sekarang ini sudah dinyatakan sebagai masalah global yang serius dan
bahkan telah menjadi bisnis global yang telah memberikan keuntungan besar
terhadap pelaku. Dari waktu ke waktu praktik perdagangan orang semakin menunjukan
kualitas dan kuantitasnya. Setiap tahun diperkirakan 2 (dua) juta orang dipedagangkan
dan sebagian besarnya adalah perempuan dan anak.
Di sisi lain,
hal ini terjadi karena kemiskinan struktural seperti tidak mampunyai keluarga
untuk mengikuti kenaikan harga bahan pokok memaksa mereka mengirim anggota
keluarganya untuk bekerja. Mekanisme yang belum efektif untuk melindungi
perempuan dan anak yang dieksploitasi tersebut memungkinkan adanya perdagangan
orang. Bentuk bentuk eksploitasi itu sendiri diantara dengan memperlakukan
korban untuk bekerja yang mengarah pada praktik praktikeksploitasi seksual,
perbudakan, perbuatan transplantasi organ tubuh untuk tujuan komersil sampai
penjualan bayi.
Sejak awal Indonesia telah
mengkriminalisasikan perdagangan orang yang diatur dalam pasal 297 KUHP. Akan
tetapi, karena perdagangan orang sudah berkembag menjadi kejahatan
transnasional yang terorganisir, maka diperlukan adanya pembaharuan komitmen
untuk memerangi perdagangan orang atau human trafficking ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar