WELCOME TO MY BLOG... :))) BUTUH PERJUANGAN DALAM MENGARUNGI HIDUP, BUAT YANG TERBAIK DALAM HIDUPMU.....

Minggu, 23 Maret 2014

Metode Penemuan Hukum

Interpretasi hukum dan Konstruksi Hukum
Interpretasi Hukum
Interpretasi Hukum adalah metode penemuan hukum dalam hal peraturannya ada tetapi tidak jelas untuk dapat diterapkan pada peristiwanya. Sebaliknya dapat juga terjadi hakim harus memeriksa dan mengadili perkara yang tidak ada peraturannya yang khusus. Di sini hakim menghadapi kekosongan atau ketidaklengkapan undang-undang yang harus diisi atau dilengkapi, sebab hakim tidak boleh menolak memeriksa dan mengadili  perkara dengan dalih tidak ada hukumnya atau tidak lengkap hukumnya. Dalam hal ini apa yang harus dilakukan oleh hakim untuk menemukan hukumnya. Untuk mengisi kekosongan itu digunakan metode berpikir analogi, metode penyempitan hukum dan metode a contartio.


Metode Interpretasi adalah metode untuk menafsirkan terhadap teks perundang-undangan yang tidak jelas, agar perundang-undangan tersebut dapat diterapkan terhadap peristiwa konkret tertentu. Penafsiran tidak hanya dilakukan oleh hakim, tetapi juga oleh peneliti hukum dan mereka yang berhubungan dengan kasus (konflik) dan peraturan-peraturan hukum. Menafsirkan undang-undang adalah kewajiban hukum dari hakim. Tugas penting dari hakim ialah menyesuaikan undang-undang dengan hal-hal nyata di masyarakat. Dengan kata lain apabila undang-undangnya tidak jelas, hakim wajib menafsirkannya sehingga ia dapat membuat suatu keputusan yang adil dan sesuai dengan maksud hukum yaitu mencapai kepastian hukum. Sekalipun penafsiran merupakan kewajiban hukum dari hakim, ada beberapa pembatasan mengenai kemerdekaan hakim untuk menafsirkan undangundang  itu. Hakim seyogyanya harus tunduk pada kehendak pembuat undangundang. Dalam hal kehendak itu tidak dapat dibaca begitu saja dari kata-kata peraturan perundang-undangan, hakim harus mencarinya dalam sejarah kata-kata tersebut, dalam sistem undang-undang atau dalam arti kata-kata seperti itu yang dipakai dalam pergaulan sehari-hari. Hakim wajib mencari kehendak pembuat undang-undang, karena ia tidak boleh menafsirkan tafsiran yang tidak sesuai dengan kehendak itu. Jadi kehendak pembuat undang-undang adalah batasan bagi hakim dalam menafsirakn suatu undang-undang. Hakim tidak boleh menafsirkan kaedah yang mengikat, kecuali hanya penafsiran yang sesuai dengan maksud pembuat undang-undang saja yang menjadi tafsiran yang tepat.

Metode Subsumptif adalah Metode yang digunakan adalah penerapan silogisme. Silogisme adalah bentuk berfikir logis dengan mengambil kesimpulan dari hal-hal yang besifat umum (premis mayor atau peraturan perundang-undangan) dan hal-hal yang bersifat khusus (premis minor atau peristiwanya).

Contoh: Barang siapa yang mengambil seluruh atau sebagian milik orang lain dengan cara melawan hukum adalah tindak pidana pencurian (premis mayor), Sudi mengambil televisi milik orang lain tanpa bilang-bilang (premis minor), sehingga mendapat kesimpulan sudi melakukan tindak pidana pencurian .


Senin, 13 Januari 2014

Catatan Akhir Tahun 2013

        Awal Tahun 2013 begitu luar biasa, perjalanan panjang dengan pengalaman yang begitu berharga. awal tahun 2013 diawali dengan kegiatan TRY OUT Akbar, ini kegiatan merupakan ajang tahunan yang kami lakukan sebagai bentuk kepedulian kepada adik adik SMA untuk mampu menghadapi Ujian Nasional ataupun SBMPTN.... #sedikitblagu... Lanjut, Ajang ini dijadikan oleh para panitianya untuk "senter senter anak SMA"... hahaha *kecuali saya.. Begitu banyak Modus yang terjadi, begitu banyak cara pun dilakukan untuk mendapatkan perhatian...hahahha..
       Lanjut dibulan februari, ada kegiatan Leadership dan management training yang diadakan ALSA lc Unhas,, sebagai wadah membina kepemimpinan sejak dini... cie cie, *calon pemimpin,,  tapi pimpin diri sendiri masih belum bisa -___- ... #buangmuka.. kemudian setelah itu ada kegiatan Seminar Anti Narkoba BNN, dan seminar GERMATIK ... Apa tuh GERMATIK???.. germatik ialah Gerakan Mahasiswa Anti Narkoba.. saya ikut gabung didalamnya dan termasuk salah satu dari ke dua belas pria tampan yang menjadi penggagasnya ,, kecuali ketuanya... hahahah #pujiale....  setelah itu ada kegiatan Tudang Sipulunnya ALSA lc Unhas.. untuk saling mengakrabkan diri bagi angota baru.
        Dibulan bulan berikutnya, saya lupa bulan berapa,, hihihi sudah mulai pikun, bulan April klo tidak salah  ada agenda TALK SHOW Pilbup IKMS, ini bentuk peran lembaga mahasiswa untuk memilih pemimpinnya, khususnya di Kab.Sinjai. Ada 9 Calon meeeenn... memperebutkan 1 kursi... hahahah di rumah banyak kursi coy... Datang meki kerumah kalau mauki...hahahaha. lanjut, berikutnya masuk kepanitiaan Intensive Moot Court Schoolnya ALSA.. semacam sekolah mengenai peradilan. diadakan sebnyak  kali untuk mereka calon penegak hukum.. setelah itu ikut Alsa English Club, penyuluhan Hukum Alsa tenang pertanahan..
        Bulan April-mei ada kegiatan PERANG,,, wah mau perang sama siapa ini...?? itu cuma singkatan woy.. PEneRimaan ANGgota... itu maksudnya,,, yang adakan Germatik,,, setelah selesai berperang, hahhaha ada pembentukan kader Anti Narkoba oleh BNN provinsi, ane ikutlah disitu... acaranya sangat menyenangkan coy,, kita nginap dihotel, diberi uang saku plus dapat materi pula.. bagaimana tidak enak klo bgitu...hihihi...  abis itu ada kegiatan Donor darah,, awalnya tidak mau ikut karena belum pernah donor,, tapi karena "dikandang passa" jdi ikutlah hiks hiks,,, ane pikir sakit, tapi ternyata sama sekali tak ada rasanya... ane takut juga liat jarum coyy... #kalem..
         Dibulan Juni Ada Kegiatan besar dan sangat bermakna kebetulan yang nulis ini ketua panitianya, Festival Kesenian Daerah Se Indonesia Timur diadakan dikota Sinjai,, kampung Ane,  persiapannya lumayan lama broo,, hampir 5 bulan berkecimpung didunia persuratan dan perkantoran untuk mencari sesuap nasi...Loh?? knp sesuap nasi,, maksudnya dana begitu,,,perjuangan yang luar biasa yang berakhir dengan indah, pesertanya paling jauh dari NTT broo,,, saudara seperjuangan, kita diajak kepulau komodo waktu itu,, mereka juga kasi souvenir komodo nah ane pasang dah tuh di Ruang tamu,,, luh tau Komodo itu apa??? Komodo itu sepupunya cicak ama tokek.. cuma ukurannya yg lebih besar..hahahha..
         Juli-Agustus banyak kegiatan juga mengisi Bulan Suci Ramadhan diantaranya,,seminar Ramadhan bukber SMA, Bukber IKMS dan bukberlainnya.sebagai ajang mempererat tali Silaturrahim antar umat muslim.. menjelang hari raya Kemerdekaan Indonesia, kita mau mendaki Gunung brooo,,, Gunung BWK, ini kali pertama ane naik gunung,,. ane tak pernah TC langsung naik gunung.. apatuh TC? TuberCulosis? hahahh .. Training Camp, .. pejalanan panjang seharian membuahkan hasil yang menyenangkan hati dan jiwa... #lebaayy... dipuncak sungguh terhampar pemandangan yang luar biasa Indahnya... kita berada diatas awan broo... yaa sekitar 2800 meter Dpal.
   .memasuki bulan September ada kegiatan MCC regional Se Indonesia Timur,,.. semacam peradilan semu, yang adakan ALSA LC UNHAS,, salutnya ketua panitianya itu cewe dgn tingkat kegiatan sebesar itu,,  bulan ini bulan spesial karena bulan ini saya dilahirkan oleh ibu saya,,, ya iyalah,, masa ibunya yang baca tulisan ini,,hehehe #exceptsaudara... dapat kejutan Surprise dari keluargaku di IKMS meski tak seibu sebapak tapi semua adalah keluarga.
    oktober-November,  jadi pendamping pra pembinaan dan Pembinaan Mahasiswa Hukum tahap 2.. dapat jatah koord Transportasi.... teman saya bilang Supirisasi katanya,,, hehehe.. trus ada KONGRES III IKMS.. terpilihlah ketua DPP yang baru,,  harapan baru,,, setelah itu kita mau adakan PERANG lagi,, waaw mau perang sama siapa lagi?? Perang sama Israel bro...hahahah...
     Desember ada Alsa legal Discuss tentang penerbangan , ketupatnya sohib ane, wong jowo,, setelah kegiatan itu ada musywarah wilayah IKMS,,, dan akhirnya... teng tedeng tedeng.. terpilihlah orang yang menulis ini sebagai Ketua. Sungguh Amanah yang Besar menyongsong Tahun .2014.. Bismillah.#SMILE Harapannya Semoga segala Urusan dimudahkan oleh ALLAH SWT dan mendapat bimbingan dari-Nya.. AMIIINN... satu lagi semoga dapat pasangan...Hahahahhah......
,     
.

Selasa, 26 November 2013

HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA

        Hak konstitusional (constitutional right) menurut Prof. JImly Asshiddiqie adalah hak-hak yang dijamin di dalam dan oleh UUD 1945 . Setelah amandemen UUD 1945 yang merupakan konstitusi negara Indonesia maka prinsip-pinsip HAM telah tercantum dalam konsitusi Indonesia sebagai ciri khas prinsip konstitusi modern. Oleh karena itu prinsip-prinsip HAM yang tercantum dalam UUD 1945 adalah merupakan Hak konstitusional Warga Negara Indonesia.
Pasal-pasal tentang hak asasi manusia itu sendiri, terutama yang termuat dalam Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J, pada pokoknya berasal dari rumusan TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia yang kemudian isinya menjadi materi UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu, untuk memahami konsepsi tentang hak-hak asasi manusia itu secara lengkap dan historis, ketiga instrumen hukum UUD 1945, TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998 dan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia tersebut dapat dilihat dalam satu kontinum. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa ketentuan-ketentuan tentang hak-hak asasi manusia yang telah diadopsikan ke dalam sistim hukum dan konstitusi Indonesia itu berasal dari berbagai konvensi internasional dan deklarasi universal tentang hak asasi manusia serta berbagai instrumen hukum internasional lainnya.
`           Hak Asasi Manusia atau HAM di atur dalam pasal 28 a – pasal 28 j UUD NRI 1945. Dalam pasal 28 A yang berbunyi :’ Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Hal ini berarti warga negara indonesia mempunyai hak konstitusional berupa hak untuk hidup. Hak hidup adalah salah satu hak yang tidak bisa diganggu gugat dalam keadaan apapun (derogable right). Dalam hak hidup ini tercakup hak-hak lain sebagai konsep independensi manusia untuk hidup. Hak untuk berpendapat, hak untuk berkeluarga, hak untuk berketurunan, hak memeluk agama, hak untuk berkomunikasi dan memperolah informasi, serta hak untuk hidup sejahtera. Beberapa hak tersebut menjadi unsur-unsur yang mendukung terwujudnya “hak hidup”. keseluruhan materi ketentuan hak-hak asasi manusia dalam UUD 1945, yang apabila digabung dengan berbagai ketentuan yang terdapat dalam undang-undang yang berkenaan dengan hak asasi manusia, dapat kita kelompokkan dalam empat kelompok yang berisi 37 butir ketentuan. Diantara keempat kelompok hak asasi manusia tersebut, terdapat hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun atau non-derogable rights, yaitu:
Ø  Hak untuk hidup.
Ø  Hak untuk tidak disiksa.
Ø  Hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani.
Ø  Hak beragama.
Ø  Hak untuk tidak diperbudak.
Ø  Hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan
Ø  Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.

Minggu, 13 Oktober 2013

PENGADAAN TANAH DAN RUMAH SUSUN

Pengadaan tanah
Menelisik lebih jauh mengenai dasar hukum pengadaan tanah di Indonesia. Berdasarkan pasal 18 UUPA dinyatakan bahwa “untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang-undang”. Ini menjadi dasar hukum dapat dicabutnya hak seseorang atas tanah namun tetap dengan prosedur dan syarat tertentu. Kemudian selain aturan tersebut juga ada aturan mengenai pencabutan hak seseorang atas tanah yang termuat dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun !961 yang mana sebelumnya diatur dalam pasal 27 UUDS 1950 dan pasal 26 konstitusi RIS 1949.

Dalam Undang-undang Nomor 20. Tahun 1961 menyatakan bahwa “pencabutan hak milik (onteigening) untuk kepentingan umum atas sesuatu benda atau hak tidak dibolehkan kecuali dengan mengganti kerugian dan menurut aturan Undang-undang”.Ini dapat mengindikasikan bahwa jika hak seseorang atas tanah dapat dicabut untuk kepentingan umum dan kerugiannya berdasarkan pada Undang-Undang. Sehingga ini bisa saja memunculkan ketidak adilan terhadap ganti rugi yang diberikan karena berdasar pada Undang Undang tidak pada kesepakatan bersama antara pemilik hak atas tanah dan pemerintah itu sendiri.

Kemudian lanjut kepada Keppres No 55/1993 mengenai pengadaan tanah, dalam Keppres ini muncul juga permasalahan mengenai ganti rugi terhadap pemegang hak atas tanah. Yang mana ganti rugi terkadang tidak sesuai dengan pengharapan maupun kemampuan eks pemilik hak atas tanah dapat membeli tanah yang sama seperti yang dimiliki sebelumnya. Inilah yang biasanya menimbulkan persilisihan antara pihak pemilik hak atas tanah dan pemerintah dalam pengadaan tanah. Pihak pemilik tanah masih merasa belum puas atas ganti rugi yang diberikan oleh pemerintah sehingga mengharapkan yang lebih. Hal ini dapat pula berdampak pada kepentingan umum dalam pembangunan menjadi terhambat.

Dalam menangani permasalahan tersebut pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden No. 36 tahun 2005 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pebangunan untuk kepentingan umum  dan mengganti Keppres No. 55/1993. Yang mana atur ini mengedepankan pengadaan tanah yang cepat dan tranparan serta menghormati hak hak yang sah atas tanah. Namun aturan ini di tentang oleh masyarakat karena dianggap sangat repressif, Kapitalis, dan bertentangan dengan HAM bagi pemilik tanah itu sendiri. Hal ini dimungkinkan karena dalam pengaplikasiannya dalam masyarakat yang mengedepankan pengadaan tanah yang cepat sehingga melanggar HAM bagi pemilik hak atas tanah tersebut. Oleh pemerintah kemudian aturan ini diubah menjadi peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006.

Dengan adanya Peraturan Presiden nomor 65 tahun 2006 ini, dalam ganti rugi terhadap pemilik hak atas tanah dilakukan dengan musyawarah atau kesepakatan antara pihak pihak yang bersangkutan. Sehingga ada kesesuaian terhadap keinginan pemilik hak atas tanah dan pengadaan tanah untuk kepentingan umum dan mengedepankan penghormatan terhadap hak atas tanah. hal ini kontras atau berbeda dengan cara ganti rugi dalam aturan sebelumnya  yang tidak dilakukan dengan musyawarah.

Perang Makassar 1669, Prahara Benteng Somba Opu


 
Sebuah novel sejarah yang mengulas tentang kedudukan bandar niaga maritim Benteng Somba Opu pada abad ke-17. Dalam konstelasi persaingan dengan VOC berkaitan dengan penguasaan jalur ekonomi perairan Indonesia Timur. Novel ini mengisahkan dua kali perang laut antara armada Kerajaan Gowa dan barisan kapal perang VOC. Perang pertama terjadi di Laut Masalembo, mempertemukan armada Kerajaan Gowa yang dipimpin oleh Kapal Gallek Karaenta, dalam rangka menghadang armada kapal VOC yang dipimpin Kapal De Leuwin dalam jalur pelayaran menuju Benteng Fort Rotterdam dari Batavia. Sedangkan perang kedua terjadi di laut Banda mempertemukan armada Kerajaan Gowa yang dipimpin oleh dua kapal perang Gallek Karaenta dan Tunipallangga yang berusaha menghadang Armada VOC beserta sekutu-sekutunya yang dipimpin oleh Kapal Van Hoyer.
Sebanyak 250 kapal perang dari kerajaan Gowa Makassar, meninggalkan pelabuhan Galesong, menuju laut Banda. Beriringan dengan penuh ketegangan dan membawa serta meriam “anak Makassar” yang begitu tersohor. Diantara kapal-kapal itu, ada dua kapal yang berukuran lebih besar sebagai pemimpin armada, namanya “Tunipalangga” dan “Gallek Karaenta”. “Tunipalangga” di komondai oleh I Makkuruni dan “Gallek Karaenta” dipimpin oleh panglima perang laut paling tersohor di Kerjaan Gowa, adalah Itanrawa Daeng Riujung Karaeng Bontomarannu. Pasukan-pasukan Belanda menjulukinya Admiral Monte Maranno.

Pada 10 Juni 1669, armada kapal Gowa itu menghadang 200 armada kapal Belanda yang dipimpin oleh Admiral Johan van Daam. Dia adalah seorang pemipin yang pernah menghadapi langsung I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bontomangape bergelar Sultan Hasanuddin.
Johan van Dam didampingi oleh seorang perwira yang cakap yakni Kolonel Marco de Bosch dan Kapten de Larssen. Tak hanya itu, beberapa sekutu lainnya ikut menemani antara lain raja Kerajaan Bone Latenritatta Aruppalakka, hingga perwakilan dari armada Buton dan Ambon. Para pembesar itu berdiskusi ringan di atas kapal induk “Van Hoyer”. “Bagi orang-orang Bone, Admiral, menghadapi Gowa sendirian pun kami bisa mengalahkan. Tapi, demi persahabatan, kami hargai bantuan dan persahabatan dari kompeni Belanda, Ambon dan Buton,” kata Aruppalakka.
Kapal-kapal itu, sesekali seperti terbang. Lalu dihempaskan oleh ganasnya laut Banda. Dan rombongan kapal Belanda itu tak menyangka akan dihadang oleh armada perang Gowa. Lalu, tiba-tiba dentuman meriam menyalak tiga kali. Sebuah suara berdentum keras mengenai sasaran. “Bah! Verdoem man! Puang Tatta Aruppalakka, boleh kamu sanjung dan puja-puji kehormatanmu secara berlebih-lebihan di daratan! Di laut, di samudera, bahkan Kompeni pun belum pernah mengalahkan mereka,” kata van Dam kalang kabut.
Pertempuran pun tak dapat dihindari. Semua kapal siaga. Van Dam merasa terkurung. Strateginya mulai berjalan, beberapa kapal mulai dibelokkan ke arah Selatan untuk mengurung pasukan Gowa. Tapi itu tak berlangsung, sebab kapal rombongan Tunipalangga yang berpisah dengan Gallek Karaengta sejak di laut Selayar lebih dulu berbelok menghadang dari arah belakang.

Minggu, 06 Oktober 2013

Delik Pidana Interasional


delik pidana internasional
     1. Kejahatan perang
          Pelaku kejahatan perang ini disebut penjahat perang Kejahatan perang adalah suatu tindakan pelanggaran, dalam cakupan hukum internasional, terhadap hukum perang oleh satu atau beberapa orang, baik militer maupun sipil.. Setiap pelanggaran hukum perang pada konflik antar bangsa merupakan kejahatan perang. Pelanggaran yang terjadi pada konflik internal suatu negara, belum tentu bisa dianggap kejahatan perang
Kejahatan perang meliputi semua pelanggaran terhadap perlindungan yang telah ditentukan oleh hukum perang, dan juga mencakup kegagalan untuk tunduk pada norma prosedur dan aturan pertempuran, seperti menyerang pihak yang telah mengibarkan bendera putih, atau sebaliknya, menggunakan bendera perdamaian itu sebagai taktik perang untuk mengecoh pihak lawan sebelum menyerang.

          Perlakuan semena-mena terhadap tawanan perang atau penduduk sipil juga bisa dianggap sebagai kejahatan perang. Pembunuhan massal dan genosida kadang dianggap juga sebagai suatu kejahatan perang, walaupun dalam hukum kemanusiaan internasional, kejahatan-kejahatan ini secara luas dideskripsikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

          Kejahatan perang merupakan bagian penting dalam hukum kemanusiaan internasional karena biasanya pada kasus kejahatan ini dibutuhkan suatu pengadilan internasional, seperti pada Pengadilan Nuremberg. Contoh pengadilan ini pada awal abad ke-21 adalah Pengadilan Kejahatan Internasional untuk Bekas Yugoslavia dan Pengadilan Kejahatan Internasional untuk Rwanda, yang dibentuk oleh Dewan Keamanan PBB berdasarkan pasal VII Piagam PBB.
          Pada 1 Juli 2002, Pengadilan Kejahatan Internasional, yang berbasis di Den Haag, Belanda, dibentuk untuk mengadili kejahatan perang yang terjadi pada atau setelah tanggal tersebut. Beberapa negara, terutama Amerika Serikat, Tiongkok dan Israel, menolak untuk berpartisipasi atau mengizinkan pengadilan tersebut menindak warga negara mereka.
          Beberapa mantan kepala negara dan kepala pemerintahan yang telah diadili karena kejahatan perang antara lain adalah Karl Dönitz dari Jerman, mantan Perdana Menteri Hideki Tojo dari Jepang dan mantan Presiden Liberia Charles Taylor. Pada awal 2006 mantan Presiden Irak Saddam Hussein dan mantan Presiden Yugoslavia Slobodan Milošević juga diadili karena kejahatan perang.
          Keadilan perang kadang dituding lebih berpihak kepada pemenang suatu peperangan, karena beberapa peristiwa kontroversi tidak atau belum dianggap sebagai kejahatan perang. Contohnya antara lain perusakan target-target sipil yang dilakukan Amerika Serikat pada Perang Dunia I dan Perang Dunia II; penggunaan bom atom terhadap Hiroshima dan Nagasaki pada Perang Dunia II; serta pendudukan Timor Timur oleh Indonesia antara tahun 1976 dan 1999.

2. Terorisme
Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Berbeda dengan perang, aksi terorisme tidak tunduk pada tatacara peperangan seperti waktu pelaksanaan yang selalu tiba-tiba dan target korban jiwa yang acak serta seringkali merupakan warga sipil.
Istilah teroris oleh para ahli kontraterorisme dikatakan merujuk kepada para pelaku yang tidak tergabung dalam angkatan bersenjata yang dikenal atau tidak menuruti peraturan angkatan bersenjata tersebut. Aksi terorisme juga mengandung makna bahwa serang-serangan teroris yang dilakukan tidak berperikemanusiaan dan tidak memiliki justifikasi, dan oleh karena itu para pelakunya ("teroris") layak mendapatkan pembalasan yang kejam.
Akibat makna-makna negatif yang dikandung oleh perkataan "teroris" dan "terorisme", para teroris umumnya menyebut diri mereka sebagai separatis, pejuang pembebasan, pasukan perang salib, militan, mujahidin, dan lain-lain. Tetapi dalam pembenaran dimata terrorism : "Makna sebenarnya dari jihad, mujahidin adalah jauh dari tindakan terorisme yang menyerang penduduk sipil padahal tidak terlibat dalam perang". Padahal Terorisme sendiri sering tampak dengan mengatasnamakan agama.
Selain oleh pelaku individual, terorisme bisa dilakukan oleh negara atau dikenal dengan terorisme negara (state terorism).Terorisme di dunia bukanlah merupakan hal baru, namun menjadi aktual terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Center (WTC) di New York, Amerika Serikat pada tanggal 11 September 2001, dikenal sebagai “September Kelabu”, yang memakan 3000 korban. Serangan dilakukan melalui udara, tidak menggunakan pesawat tempur, melainkan menggunakan pesawat komersil milik perusahaan Amerika sendiri, sehingga tidak tertangkap oleh radar Amerika Serikat. Tiga pesawat komersil milik Amerika Serikat dibajak, dua di antaranya ditabrakkan ke menara kembar Twin Towers World Trade Centre dan gedung Pentagon.
Banyak pendapat yang mencoba mendefinisikan Terorisme, satu di antaranya adalah pengertian yang tercantum dalam pasal 14 ayat 1 The Prevention of Terrorism (Temporary Provisions) act, 1984, sebagai berikut: “Terrorism means the use of violence for political ends and includes any use of violence for the purpose putting the public or any section of the public in fear.” Kegiatan Terorisme mempunyai tujuan untuk membuat orang lain merasa ketakutan sehingga dengan demikian dapat menarik perhatian orang, kelompok atau suatu bangsa. Biasanya perbuatan teror digunakan apabila tidak ada jalan lain yang dapat ditempuh untuk melaksanakan kehendaknya. Terorisme digunakan sebagai senjata psikologis untuk menciptakan suasana panik, tidak menentu serta menciptakan ketidak percayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dan memaksa masyarakat atau kelompok tertentu untuk mentaati kehendak pelaku teror[6]. Terorisme tidak ditujukan langsung kepada lawan, akan tetapi perbuatan teror justru dilakukan dimana saja dan terhadap siapa saja. Dan yang lebih utama, maksud yang ingin disampaikan oleh pelaku teror adalah agar perbuatan teror tersebut mendapat perhatian yang khusus atau dapat dikatakan lebih sebagai psy-war.
Belum tercapainya kesepakatan mengenai apa pengertian terorisme tersebut, tidak menjadikan terorisme dibiarkan lepas dari jangkauan hukum. Usaha memberantas Terorisme tersebut telah dilakukan sejak menjelang pertengahan abad ke-20. Pada tahun 1937 lahir Konvensi Pencegahan dan Penghukuman Terorisme (Convention for The Prevention and Suppression of Terrorism), dimana Konvensi ini mengartikan terorisme sebagai Crimes against State. Melalui European Convention on The Supression of Terrorism (ECST) tahun 1977 di Eropa, makna Terorisme mengalami suatu pergeseran dan perluasan paradigma, yaitu sebagai suatu perbuatan yang semula dikategorikan sebagai Crimes against State (termasuk pembunuhan dan percobaan pembunuhan Kepala Negara atau anggota keluarganya), menjadi Crimes against Humanity, dimana yang menjadi korban adalah masyarakat sipil. Crimes against Humanity masuk kategori Gross Violation of Human Rights (Pelanggaran HAM Berat) yang dilakukan sebagai bagian yang meluas/sistematik yang diketahui bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, lebih diarahkan pada jiwa-jiwa orang tidak bersalah (Public by innocent), sebagaimana terjadi di Bali.
Terorisme kian jelas menjadi momok bagi peradaban modern. Sifat tindakan, pelaku, tujuan strategis, motivasi, hasil yang diharapkan serta dicapai, target-target serta metode Terorisme kini semakin luas dan bervariasi. Sehingga semakin jelas bahwa teror bukan merupakan bentuk kejahatan kekerasan destruktif biasa, melainkan sudah merupakan kejahatan terhadap perdamaian dan keamanan umat manusia (crimes against peace and security of mankind). Menurut Muladi, Tindak Pidana Terorisme dapat dikategorikan sebagai mala per se atau mala in se , tergolong kejahatan terhadap hati nurani (Crimes against conscience), menjadi sesuatu yang jahat bukan karena diatur atau dilarang oleh Undang-Undang, melainkan karena pada dasarnya tergolong sebagai natural wrong atau acts wrong in themselves bukan mala prohibita yang tergolong kejahatan karena diatur demikian oleh Undang-Undang.
Dalam rangka mencegah dan memerangi Terorisme tersebut, sejak jauh sebelum maraknya kejadian-kejadian yang digolongkan sebagai bentuk Terorisme terjadi di dunia, masyarakat internasional maupun regional serta berbagai negara telah berusaha melakukan kebijakan kriminal (criminal policy) disertai kriminalisasi secara sistematik dan komprehensif terhadap perbuatan yang dikategorikan sebagai Terorisme.
Menyadari sedemikian besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh suatu tindak Terorisme, serta dampak yang dirasakan secara langsung oleh Indonesia sebagai akibat dari Tragedi Bali, merupakan kewajiban pemerintah untuk secepatnya mengusut tuntas Tindak Pidana Terorisme itu dengan memidana pelaku dan aktor intelektual dibalik peristiwa tersebut. Hal ini menjadi prioritas utama dalam penegakan hukum. Untuk melakukan pengusutan, diperlukan perangkat hukum yang mengatur tentang Tindak Pidana Terorisme. Menyadari hal ini dan lebih didasarkan pada peraturan yang ada saat ini yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) belum mengatur secara khusus serta tidak cukup memadai untuk memberantas Tindak Pidana Terorisme[14], Pemerintah Indonesia merasa perlu untuk membentuk Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yaitu dengan menyusun Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) nomor 1 tahun 2002, yang pada tanggal 4 April 2003 disahkan menjadi Undang-Undang dengan nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Senin, 09 September 2013

ISTILAH-ISTILAH DALAM PERJANJIAN INTERNASIONAL

1. Traktat (treaty) perjanjian paling formal merupakan persetujuan dua negara atau lebih mencakup perjanjian bidang politik dan ekonomi.

2. Konvensi (Convention) persetujuan formal bersifat multilateral yang tidak berurusan dengan kebijaksanaan tingkat tinggi (haigh Plicy) dilegalisasi oleh wakil yang berkuasa penuh.

3. Protokol (Protocol) persetujuan tidak resmi umumnya tidak dibuat oleh kepala negara yang mengatur masalah-masalah tambahan seperti penafsiran klaususl-klausul tertentu ( Klausul = ketentuan tambahan sebuah perjanjian).

4. Persetujuan (Agreement) perjanjian bersifat tekhnis atau administratif.  Tidak diratifikasi karena  sifatnya tidak seresmi atau seformal traktat atau konvensi.

5. Perikatan ( Arrangement) adalah  istilah yang digunakan untuk transaksi yang sifatnya sementara.  Tidak diratifikasi.

6. Proses Verbal catatan atau ringkasan atau kesimpulan konferensi diplomatik, atau catatan suatu pemufakatan.  Tidak diratifikasi.

7. Piagam (Statute) yaitu himpunan peraturan yang ditetapkan leh persetujuan internasional baik mengenai pekerjaan atau kesatuan tertentu seperti pengawasan internasional yang mencakup tentang minyak, lapangan kerja.  Contoh  Piagam Kebebasan Transit.

8. Deklarasi (declaration) yaiut perjanjianinternasinal yang berbentuk  traktat dan dokumen tidak resmi. 

9. Modus Vivendi dokumen untuk mencatat persetujuan  internasional bersifat sementara, sampai perjumpaan permanen, terinci dan sistimatis serta tidak memerlukan ratifikasi.

10.  Pertukaran Nota yaitu metode tidak resmi namun banyak digunakan.  Biasanya diulakukan oleh wakil-wakil militer dan negara dan bisa bersifat multilateral dan melahirkan kewajiban bagi yang mengadakannya.

11. Ketentuan Penutup (final Act) ringkasan hasil konvensi yang menyebutkan negara peserta, nama utusan,masalah yang disetujui konferensi dan tidak diratifikasi.

12. Ketenrtuan Umum (General Act) traktat yang bersifat resmi dan tidak resmi.

13. Charter adalah istilah dalam perjanjian internasional untuk pendirian badan yang melakukan fungsi administratif.  Misalnya Atlantic Charter, Magna Charter.

14. Pakta (fact), menunjukkan suatu persetujuan yang lebih khusus dan membutuhkan ratifikasi.  Misalny Pakta Warsawa (mengenai Pertahanan ).
15. Covenant yaitu anggaran dasar LBB (Liga Bangsa-Bangsa).